Sejarah
Satu hal yang acap dikenang oleh alumni Pesantren Darussalam adalah kebersahajaan pesantren ini dalam keseharian santrinya. Bahkan, seperti yang kerap terucap dari K.H. Irfan Hielmy (Alm)-pendiri Pesantren Modern Darussalam yang selalu mengajarkan kebersahajaan- setiap kali menerima kunjungan tamu, selalu disambut dengan kalimat yang sama, seolah menegaskan bagaimana seharusnya santri Darussalam mengambil posisi dengan kerendah-hatian, "selamat datang di tempat kami, pesantren yang sangat sederhana."
Ihwal kebersahajaan dan kesederhanaan Darussalam ternyata sama tuanya dengan sejarah pesantren ini. Nun
di paruh 1929, 84 tahun silam, K.H. Ahmad Fadlil (wafat th. 1950),
ayahanda K.H. Irfan Hielmy (wafat th. 2010), memulai kisah kebersahajaan
dengan sebuah masjid dan sebuah bilik sebagai asrama. Santri yang
pertama kali mondok adalah pemuda-pemuda setempat yang tidak hanya
diajari ilmu-ilmu agama, akan tetapi diajak mengolah sawah, bercocok
tanam dan diberi contoh bagaimana memelihara bilik dan memakmurkan
masjid. Pesantren Tjidewa, sebutan untuk komunitas baru itu, dengan
cepat mendapat simpati serta dukungan dari masyarakat sekitar dan lebih
banyak lagi santri yang mondok.
Adalah
suami-istri Mas Astapradja dan Siti Hasanah yang mewakafkan tanahnya di
Kampung Kandanggajah, Desa Dewasari, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten
Ciamis Jawa Barat kepada K.H. Ahmad Fadlil. Dibantu oleh masyarakat dan
santri, Pesantren Tjidewa menapaki guratan sejarah dengan optimisme
menghilangkan benalu yang menempel dalam ajaran islam.
Keputusan
K.H. Ahmad Fadlil dengan hanya menerima santri putra tidak terlepas
dari kondisi saat itu yang tidak bisa terlepas dari kontelasi
keamanan akibat penjajahan Belanda. Akan tetapi karena didorong oleh
keinginan untuk melepaskan diri dari cengkraman penjajah dan ditambah
dengan meluapnya semangat santri untuk menghalau Belanda, K.H. Ahmad
Fadlil juga mengajarkan strategi berdiplomasi mengatasi tekanan
penjajah. Apalagi dengan kemampuannya berbahasa Belanda yang didapat
dari kakeknya sejak di Sekolah Rakyat (Vervolg School)- dengan mudah bisa menyerap berbagai informasi yang kelak berguna sebagai modal berdiplomasi.
Lebih
dari itu, penguasaan terhadap teks berbahasa Arab telah tampak sejak
Ahmad Fadlil muda berhasil menghapalkan kitab-kitab seperti Jauharul
Maknun, 'Uqudul Juman, Talkhisul Miftah dan syair-syair nya. Bahkan,
pada usia 31 tahun ia telah berhasil menerjemahkan Qashidah Burdah karya
Muhammad Said al-Busyiri. Sampai sekarang, Qashidah Burdah berbahasa
sunda yang merupakan karya terjemahan masterpiece K.H. Ahmad
Fadlil masih terdengar dibaca dan didendangkan oleh santri-santri di
banyak pesantren tradisional terutama di Jawa Barat.
Melalui
sejarah yang panjang (berdiri tahun 1929 oleh K.H. Ahmad Fadlil), kini
Pondok Pesantren Darussalam telah berkembang dan mencapai kemajuan yang
sangat menggembirakan. Pondok Pesantren yang pada awal berdirinya hanya
memiliki sebuah rumah tempat tinggal Kiayi, sebuah masjid dan sebuah
asrama (pondok) yang sederhana, kini telah memiliki fasilitas bangunan
yang relatif lengkap dan beberapa diantaranya cukup megah.
Disamping
peningkatan fasilitas dan sarana pendidikan untuk santri, hal yang
sangat penting lain adalah pengembangan sistem pendidikannya. ketika di
banyak Pondok Pesantren lain masih mengkhususkan pada pengajian kitab,
Pesantren Darussalam mulai merintis untuk menyelenggarakan pendidikan
formal. Maka sejak dasawarsa 60-an, Pesantren Darussalam mulai
memodernisasikan sistem pendidikannya dengan mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan formal.
Pada
tahun 1967, mulai dirintis penyelenggaraan sistem pendidikan modern
dengan mengadaptasi model klasikal dan sampai saat ini semua jenjang
pendidikan dar mulai Taman Kanak-kanak (TK) (di Pesantren Darussalam
disebut Raudlatul Athfal/RA) hingga perguruan tinggi telah ada di
pesantren ini.
Lembaga
pendidikan formal yang pertama didirikan adalah Raudlatul Athfal (Taman
Kanak-kanak) pada tahun 1967, kemudian pada tahun 1968 berdiri Madrasah
Ibtidaiyah/MI (setingkat SD), lalu Madrasah Tsanawiyah Darussalam/MTsD
(setingkat SMP) pada tahun 1968. kemudian berdiri Madrasah Aliyah Negeri
Darussalam (setingkat SMA) pada tahun 1969. Selanjutnya didirikan SMA
Plus Darussalam yang merupakan lembaga pendidikan swasta pada tahun
2003. Sedangkan Pendidikan Tinggi (PT) di Pondok Pesantren Darussalam
adalah berbentuk Institut yang didirikan pada tahun 1970, dengan nama
Institut Agama Islam Darussalam (IAID) yaitu Perguruan Tinggi Agama
Islam yang menggabungkan pendidikan akademik dengan pendidikan
kepesantrenan, yaitu Pondok Pesantren Darussalam. Disamping itu, pada
tahun 1995 diselenggarakan pula Ma'had 'Aly, yaitu pendidikan tinggi
Pesantren Darussalam. Mahasantri Ma'had 'Aly ini terdiri dari lulusan
Madrasah Aliyah dan para mahasiswa Institut Agama Islam Darussalam dari
berbagai fakultas yang memenuhi persyaratan, diantaranya telah mampu
membaca kitab-kitab kuning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar